Jumat, 22 Januari 2010

Manajemen Bahan Bakar dalam Teras

Pertimbangan umum manajemen bahan bakar

Selama bahan bakar nuklir diiradiasi, nilai ekonomi bahan bakar tersebut berkurang (material fisil terdeplesi). Akan tetapi bisa saja terdapat keuntungan seperti adanya produksi plutonium. Kondisi yang diharapkan adalah dimana biaya bahan bakar minimum akan tetapi memenuhi batasan keselamatan. Agar kondisi tersebut tercapai, salah satu hal utama yang perlu dilakukan adalah mencari distribusi pengkayaan bahan bakar yang optimum pada saat awal operasi dan pada saat pengisian ulang bahan bakar. Selain itu, periode dan strategi pengisian yang tepat, dan manajemen kontrol juga harus diperhatikan.

Batasan

Penentuan pemuatan dan susunan perangkat bahan bakar yang optimum merupakan permasalahan yang kompleks, menyangkut geometri teras dan komposisinya, kopling antara termohidrolik dan netronik, pengaturan reaktivitas, dan kebutuhan operasional. Secara umum, desain teras, ukuran teras, desain dari perangkat bahan bakar, sistem kontrol, pendingin telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum skema manajemen dalam teras ditetapkan, sehingga variable yang divariasikan adalah pengkayaan awal dari bahan bakar, frekuensi dari pengisian ulang, susunan pengisian ulang, dan program manajemen kontrol. Batasan dalam manajemen dalam teras harus ikut dipertimbangkan.

Dua prinsip batasan termal pada kinerja teras adalah kondisi suhu maksimum di fuel center line harus tetap berada di bawah titik leleh, dan surface heat flux tidak melewati batas DNB. Persyaratan tersebut membatasi local power density. Batasan tersebut harus dijaga dalam penyusunan bahan bakar karena teras harus mampu beroperasi pada level daya yang ditetapkan selama siklus tanpa melewati batas termal tersebut. Karena distribusi daya teras akan berubah selama umur teras, diikuti deplesi bahan bakar, maka kita harus mampu memprediksi local power density selama siklus. Hal ini merupakan aspek manajemen yang paling mahal dan paling menyita waktu.

Sistem kontrol reaktor harus selalu mampu mengatur reaktivitas berlebih dalam teras untuk mengkompensasi deplesi bahan bakar. Meskipun reaktivitas berlebih selalu lebih besar pada kondisi awal pengisian teras, kita dapat menggunakan burnable poison dan atau chemical shim untuk mengontrol reaktivitas berlebih. Pada pengisian ulang, hanya ada sedikit alternatif, karena burnable poison tidak dapat dengan mudah ditambahkan pada bahan bakar yang telah diiradiasi. Hal tersebut menimbulkan batasan pada burnup bahan bakar teras.

Reaktor juga harus selalu mampu merespon perubahan kebutuhan beban. Karena reaktivitas batang kendali tergantung pada profil fluks dan profil fluks berubah selama umur teras, kita harus dapat memastikan bahwa terdapat respon reaktivitas yang cukup untuk manuver daya tersebut.

Burnup bahan bakar juga dibatasi pada tingkat tertentu oleh jumlah kerusakan radiasi yang dapat diterima oleh bahan bakar. Sebagai contoh, iradiasi bahan bakar dapat menghasilkan penggelumbungan bahan bakar yang dapat menyebabkan tegangan pada kelongsong. Lebih lanjut, produk fisi berupa gas yang dihasilkan dapat menyebabkan tekanan pada kelongsong, dan menyebabkan deformasi plastik pada batang bahan bakar pada suhu yang tinggi, yang dinamakan high temperature creep. Gradien termal yang tajam sepanjang bahan bakar dan kelongsong, digabung dengan variasi suhu yang terjadi selama reaktor startup dan shutdown (thermal cycling) dapat juga menyebabkan retaknya kelongsong pada kondisi lingkungan yang memiliki tingkat radiasi tinggi dalam teras. Batasan pada burnup bahan bakar tersebut sangat signifikan ketika burnup yang tinggi dibutuhkan (pada LMFBR).

Terdapat persyaratan dari luar pada penjadwalan pengisian ulang bahan bakar dalam teras. Sebagai contoh, kita menghindari reaktor shutdown ketika pengisian ulang bahan bakar berlangsung pada periode kebutuhan daya puncak (pada pertengahan musim panas dan musim dingin). Pada umumnya, semakin sering pengisian ulang bahan bakar menyebabkan kebutuhan inventori bahan bakar yang lebih sedikit (dibutuhkan lebih sedikit reaktivitas berlebih untuk umur teras yang lebih pendek), hasilnya, akan semakin banyak down time dan semakin panjang siklus termalnya.

Jadwal Pengisian Ulang Bahan Bakar

Jarang sekali kita menganti keseluruhan isi teras pada operasi pengisian ulang bahan bakar; hanya sebagian teras diganti dengan bahan bakar baru pada satu waktu. Periode waktu antara pengisian ulang bahan bakar tersebut disebut sebagai siklus reaktor, dan dalam skema pengisian ulang sebagian bahan bakar, siklus yang lengkap terdiri dari sejumlah siklus tersebut.

Secara umum, inventori bahan bakar yang dibutuhkan untuk produksi sejumlah energi tertentu akan menurun seiring dengan meningkatnya frekwensi pengisian ulang sebagian bahan bakar. Bagaimana pun juga, terjadi pertukaran di sini, semakin sering pengisian ulang bahan bakar teras mengakibatkan bertambahnya waktu shutdown dan menimbulkan peningkatan biaya akibat mati daya. Saat ini, kebanyakan reaktor melakukan pengisian bahan bakar menggunakan basis tahunan (meskipun perlu dicatat bahwa tabung tekan reaktor CANDU dan SGHWR memperbolehkan isi ulang bahan bakar secara kontinyu). Bagaimana pun juga, alternatif siklus pengisian bahan bakar saat ini sedang dikembangkan.

Sebagai contoh, pengembangan sistem pengisian ulang bahan bakar dengan cepat untuk PWR memungkinkan pengisian ulang bahan bakar dalam waktu tiga sampai empat hari (dibanding dengan down time saat ini selama beberapa minggu). Pengisian ulang bahan bakar dengan cepat tersebut menghasilkan pengisian ulang bahan bakar tengah tahunan dengan interval enam bulan, dengan penghematan yang diperhitungkan pada inventori bahan bakar (diperkirakan sekitar 10% dari biaya siklus bahan bakar tahunan). Pada BWR, kecenderungannya mengarah ke siklus reaktor yang lebih panjang, dengan pengisian ulang bahan bakar sekarang diusulkan dengan basis 18 bulan. Frekwensi pengisian ulang bahan bakar ini nampak secara ekonomi menarik untuk BWR karena kemudahannya dimana lifetime bahan bakarnya dapat diperpanjang dengan mengatur fraksi void pendingin.

Jadwal pengisian ulang bahan bakar tahunan pada LWR, cenderung mengganti 1/4 hingga 1/3 teras selama operasi pengisian ulang bahan bakar. Bagaimana pun juga, penukaran ke jadwal tengah tahunan akan memperbolehkan penggantian hanya 1/6 teras pada satu waktu. Rasio konversi yang lebih tinggi pada HTGR memperbolehkan skema pengisian ulang bahan bakar dengan hanya 1/6 teras diganti tiap tahunnya. Waktu tinggal bahan bakar yang lebih lama ini difasilitasi oleh desain bahan bakar berupa partikel bermantel untuk HTGR yang mampu bertahan terhadap burnup yang sangat tinggi.

Pola Pengisian Ulang Bahan Bakar

Sekarang kita perhatikan bagaimana bahan bakar segar didistribusi dalam teras reaktor selama pengisian ulang bahan bakar, dan hanya elemen bahan bakar sisa tertentu yang ditarik (dengan asumsi skema pengisian ulang bahan bakar sebagian yang digunakan). Seandainya kita mencoba mengisi teras dengan pengayaan seragam. Maka, pemuncakan fluks di tengah teras akan meyebabkan burnup yang lebih tinggi pada elemen bahan bakar di tempat tersebut dengan asumsi distribusi daya teras yang rata hingga akhir umur teras (lihat Gambar 1). Susunan seragam seperti itu menyebabkan faktor pemuncakan daya yang lebih tinggi FqN pada awal umur reaktor. Hal itu juga mengakibatkan burnup yang sangat rendah pada elemen bahan bakar yang dimasukkan pada ujung teras.


Gambar 1. Pergeseran pada distribusi daya akibat burnup yang tidak seragam pada pengisian ulang bahan bakar secara batch.

Oleh karena itu pengisian tidak seragam pada teras jelas diinginkan. Terdapat dua jenis skema pengisian ulang bahan bakar.

Zonal Loading (In-Out Cycling):

Pada skema ini, kita mengisi bahan bakar yang belum teriradiasi di daerah sekeliling teras. Bahan bakar yang teriradiasi diacak di dalam daerah yang lebih dalam, sedang bahan bakar pada daerah tengah diambil dari teras. Motivasi dari skema ini adalah menggunakan pengurangan reaktivitas yang melekat yang membarengi deplesi bahan bakar sebagai mekanisme perataan daya. Sebagai contoh, pola tiga siklus daerah ditunjukan pada Gambar 2. Pola tersebut dapat juga diimplementasikan pada awal pemuatan teras dengan menggunakan perangkat bahan bakar dengan pengayaan yang beragam.


Gambar 2. Alternatif skema pengisian teras

Bagaimanapun juga, zonal loading juga punya kekurangan. Pada teras yang besar dan burnup yang tinggi, distorsi pada distribusi fluks dapat timbul dan dapat menyebabkan faktor pemuncakan daya yang tinggi.

Scatter (Roundelay) Loading:

Skema pengisian bahan bakar alternatif adalah pola terhambur atau acak untuk mencapai distribusi bahan bakar yang lebih seragam. Kita tetap akan mendapati perataan daya karena burnup rata-rata pada daerah tengah teras lebih tinggi dari keliling teras. Distribusi daya scatter-loaded core memiliki bentuk yang rata sebagai karaktersasi distribusi pemuatan teras seragam. Bagaimanapun juga, tetap terdapat kerutan densitas daya lokal.

Scatter-loading juga punya keuntungan tambahan yaitu tidak diperlukannya pengaturan ulang bahan bakar teriradiasi.

Pada prakteknya, kebanyakan skema pengisian ulang bahan bakar mengikutsertakan beberapa kombinasi teknik zonal dan scatter. Sebagai contoh, banyak PWR diisi dengan cara bahan bakar segar diisi pada daerah luar, sedang bahan bakar teriradiasi dihambur pada daerah tengah.

Analisis yang rinci dan optimasi dari susunan bahan bakar dalam teras merupakan proses yang sangat rumit. Kita harus mampu memperhitungkan geometri teras, skema majemen kontrol, kopling antara kinerja netronik dan termohidrolik teras, dan batasan-batasan dalam kinerja teras oleh persyaratan operasional. Meskipun aspek manajemen teras ini masih sering dilakukan secara trial and error, menggunakan intuisi fisika, sekarang terdapat lebih banyak kecenderungan untuk mengimplementasikan metode optimasi (contohnya, linear programming) untuk manajemen bahan bakar dalam teras.

Bagaimanapun juga, masalah yang sangat besar pada tiap skema manajemen bahan bakar adalah kefleksibelannya. Sebagai contoh, adanya pengantian bahan bakar untuk membuang perangkat bahan bakar dengan bocoran produk fisi yang diketahui pada saat operasi pengisian ulang bahan bakar. Sehingga dibutuhkan kemampuan untuk melakukan evaluasi cepat pola pengisian baru untuk menjamin bermacam batasan termal hidrolik, mekanik, dan nuklir selama operasi teras berikutnya.

Sumber: Duderstadt, James J. dan Louis J. Hamilton, 1976, Nuclear Reactor Analysis, John Wiley & Sons, Inc, The University of Michigan, Michigan

Tidak ada komentar: